Skip to main content

PUISI 15 OKTOBER 2017



Seperangkat duka
Rizki Aldea ( Permadiksi/ Fkip Umsu)
Kau seharusnya sesak dalam bak mandi yang menyesak
Menepikan basah dipercikan luka
Akibat sabun yang menyayat hatimu
Seharusnya kau keluar bodoh
Untuk memberitahu kepada luka
bahwa kau telah habis kumandikan dengan dosa

Kita; Kata
Rizki Aldea (permadiksi/ fkip umsu)
Kita yang hanyut terbawa duka kepedihan
Mulai berlabuhlah di semak semak belukar cinta
Kita yang tenggelam dalam sesak tangis yang terisak
Membawa bencana jauh setelah prosa di kumandangkan
Kita adalah cinta yang menyisihkan luka disetiap kata
Kita adalah pena jauh kekar dan keras dari yang kita aminkan

Lelaki dan Sepatu
Rizki Aldea (Permadiksi/FKIP UMSU)
Dari balik jendela pudar yang kabur
Diantara batuk dan hujan yang tak reda sejak pagi
Aku mencintaimu masih seperti sepatu
Yang tetap jalan meski selalu kejar kejaran
Yang sama sama memudar meski menginjak becek yang mengkekar
Yang sama sama berjalan meski berputar-putar
Aku tetap sama mencintaimu
Meski penghujung senja kau lalap habis di depan mataku.

Penghapusan
Rizki Aldea (Permadiksi/ FKIP UMSU)
Hanyut dalam tetesan tak terbendung
Menyapa lamunan yang terbelalak mata memandang kedukaan dosa
Dia jatuh tak jauh dari tempatnya menatap
Suaranya syahdu
Logikanya tepi menipis

Comments

Popular posts from this blog

CERPEN AKU BENCI HUJAN SORE ITU

AKU BENCI HUJAN SORE ITU Cerpen Rizki Alde a Hujan tak selamanya pantas dinikmati. Mungkin jutaan orang selalu ceria menikmati tetes demi tetes air dari langit, tapi aku adalah pembenci hujan. Karunia Tuhan itu adalah ketakutan meski ia selalu datang. Sore ini hujan , dan bersama dengan segelas kopi di depan jendela ruang tamu. Kuharap sore ini tidak seperti yang lalu . Aku menelanjangi ruangan yang penuh warna hijau . Aku teringat , hijau adalah warna kesukaanku dan Bima. Arlojiku menunjukkan pukul 07.30 wib, tapi Bima tak juga kunjung menjemput. Aku tak mau berdiri di barisan ‘Para Tukang Terlambat’ hanya gara-gara telat ke sekolah. Kekesalanku belum selesai meski Bima sudah muncul di depan rumah dan membunyikan klakson sepedamotor. Bima memacu sepedamotornya dengan kencang. Hanya dalam waktu sepuluh menit, jarak 3 km ke sekolah mampu ditembus. Ia mengenderai seperti orang gila. Sampai di sekolah aku hanya diam dan langsung mengambil barisan paling depan ka

Cerpen Perempuan dan Lelaki Selempang Emas

Cerpen: Rizki Aldea Arloji mengingatkan bahwa 5 menit lagi waktu yang tersisa untukku agar lekas sampai di tempat karantina. Aku sudah menyiapkannya dari setahun yang lalu saat aku benar-benar ingin mengulang kesalahan silam yang pernah kubuat ketika di sana. Masih saja aku penasaran apa yang menjadi acuan untuk gelar itu. Aku sampai tepat waktu setelah melewati macat yang panjang, satu jam lebih berada dalam mobil yang kutumpangi. Tidak sia-sia membayar mahal akhirnya tidak telat. Ujarku dalam hati. “Ayo dek lekas, kamu telat ya?” Katanya padaku, salah satu senior yang paling di segani. “Udah jangan jadi masalah cepat regestrasi dan ambil nomor kamu di sana.” Setibanya laki-laki yang baik hati membelaku dengan belas kasihan. Aku duduk dalam urutan paling depan, masih sama seperti setahun silam tepatnya bangku dan nomor yang sama menjadi saksi bahwa sampai saat ini aku masih mencintainya. Bukan siapa-siapa hanya orang yang tidak kukenal mengendap sampai sekarang di dalam kepalaku. **