Skip to main content

Cerpen Perempuan dan Lelaki Selempang Emas

Cerpen: Rizki Aldea Arloji mengingatkan bahwa 5 menit lagi waktu yang tersisa untukku agar lekas sampai di tempat karantina. Aku sudah menyiapkannya dari setahun yang lalu saat aku benar-benar ingin mengulang kesalahan silam yang pernah kubuat ketika di sana. Masih saja aku penasaran apa yang menjadi acuan untuk gelar itu. Aku sampai tepat waktu setelah melewati macat yang panjang, satu jam lebih berada dalam mobil yang kutumpangi. Tidak sia-sia membayar mahal akhirnya tidak telat. Ujarku dalam hati. “Ayo dek lekas, kamu telat ya?” Katanya padaku, salah satu senior yang paling di segani. “Udah jangan jadi masalah cepat regestrasi dan ambil nomor kamu di sana.” Setibanya laki-laki yang baik hati membelaku dengan belas kasihan. Aku duduk dalam urutan paling depan, masih sama seperti setahun silam tepatnya bangku dan nomor yang sama menjadi saksi bahwa sampai saat ini aku masih mencintainya. Bukan siapa-siapa hanya orang yang tidak kukenal mengendap sampai sekarang di dalam kepalaku. *** “Baiklah coba jelaskan apa yang kamu ketahui tentang GenRe.” Tanyanya padaku. Dia senyum sampai aku menjadi pangling untuk menjawab pertanyaannya. Wajahnya masih ayu seperti tahun lalu, kutatap matanya bulat memicu gelap hitam pekat. Masih saja aku mengaguminya. Perempuan-perempuan yang menjadi tokoh utama dalam hidupku untuk kembali merencanakan apa yang akan kubuat ketika aku bangun tidur. “Kamu kenapa senyum dek? Ada yang salah dengan pertanyaan kakak?” tanyanya membuyarkan lamunanku. “Maaf kak,” lalu aku menarik nafas dalam-dalam dan mulai menjawab pertanyaannya. “Baik jawaban kamu sangat memuaskan, kamu finalis tahun lalu ya?” tanyanya kepadaku. “Terimakasih kak, iyakak.” Jawabku singkat dengan senyum lebar. “Semoga hasilnya memuaskan ya dik, saya juga mengagumi semua tulisanmu.” Katanya denganku. Astaga, perempuan-perempuan ini masih saja bisa membuatku semakin semangat untuk menginspirasi, ini adalah hal yang paling kurindukan. Aku berdiskusi bersama serta mendapatkan ilmu dari bibir dan susunan gigi suara lantangnya. Tidak salah aku bergabung dan belajar keras untuk lulus dalam tahap karantina ini. Aku kembali berhayal, seandainya aku dapat menjadi bagian dari salah-satu mereka, pasti aku akan lebih bermanfaat dan lebih menginspirasi lagi bagi orang lain. Sayangnya rezeki itu belum tertuju untukku. Aku masih diam di bangku yang kutempati untuk wawancara tadi. “Dik kamu boleh pergi hehe, yang lain di luar sudah mengantri.” Ujar kakak itu lagi-lagi dia membuyarkan lamunanku. ** Mataku gelap menerawang sampai ke angkasa, tiba-tiba saja tanganku disentuh sesuatu yang amat lembut. Bibirnya menyiumi tanganku. Mataku terbuka perlahan sampai kudapati semua panitia berdiri di depanku sambil tersenyum dan memanjatkan syukur bahwa aku telah sadar. “Ibu,” kataku ketika melihat ibuku duduk di samping tempat tidurku. “Aku kenapa?” tanyaku bingung. “Kamu mungkin kecapean dik, tidurlah dan beristirahatlah.” Kata perempuan cantik ini kepadaku. “Malam penganugrahan?” Aku menangis setelah melihat jarum dan selang melilit tangan kiriku. “Tahun depan bisa coba lagi dik, bagaimana pun kesehatanmu nomor satu.” Ujar perempuan yang kujumpai sebelum aku berada di ruangan ini. Kulihat di tv kamar tempatku berbaring lemah, pengumuman pemenang sedang berlangsung. Air mataku tidak dapat kutahankan setelah kulihat bangga bahwa yang berada di posisi itu adalah sahabatku, sedikit kesedihan bahwa aku telah gagal mewujudkan mimpi di tahun ini. Selempang emas itu telah di raih oleh perempuan yang tepat, sahabatku selama masa perkuliahan. Aku menyaksikannya secara langsung sumpah beserta penobatan. *** “Sa, ada undangan ini.” Kata ibuku memberikan selembaran kertas hitam berpita merah kepadaku. “Oh iya bu, undangan apaya?” aku kebingungan sambil membaca cover depan undangan tersebut. Malam ini aku benar-benar mempersiapkan semuanya, akumulai menata kostum yang akan kugunakan, tentu saja ini adalah suatu kebanggan untukku sendiri, meskipun aku tidak dapat meraih selempang itu tetapi aku masih saja tetap di anggap sebagai salah satu bagian dari mereka. Sampai di sana aku langsung memasuki ruangan megah itu, masih sama seperti 4 tahun lalu, aku merasakan kehangatan perempuan-perempuan menginspirasiku yang mendapatkan selempang-selempang emas. “Betapa rindunya kakak dengan kamu dik,” ujar perempuan yang kukagumi. “Sama kak Sasa juga merindukan kakak-kakak semua, Sasa bangga meskipun Sasa tidak berhasil meraih selempang itu seperti kakak semuanya, tetapi Sasa tetap menjadi bagian dari Forum ini.” Ujarku haru kepada mereka. Rauni dan segala acara telah selesai berlangsung, sekarang telah terpilih lah Duta GenRe SUMUT 2023 dengan duta yang baru, semoga dapat menjadi rool model bagi remaja-remaja seterusnya, seperti perempuan-perempuan yang kukenal pada 4 tahun silam. Aku berpamitan setelah menikmati rangkaian acara reuni dan penobatan, akhirnya aku dapat melepaskan segala kerinduan yang selama ini kutunggu sampai waktu tiba. Aku izin berpamitan karena waktu sudah hampir tengah malam, tiba-tiba salah seorang lelaki yang wajahnya sempat terlupakan menyapaku lalu tersenyum kepadaku. “Sasa Finalis tahun 2018?” lalu dia menyapaku. “Aku boleh duduk?” tanyaku. “Oh Boleh.” Jawabnya. “Kalau kamu takut jatuh, udah pegang aja aku gapapa.” Ujarnya tersenyum. “Kamu sakit? Sebentar biar aku panggilin panitia muka kamu pucat banget.” Aku panik melihat wajahnya penuh keringat. “Bisa tolong bedakin aku gak? Tapi jangan tebal-tebalya.” Pintanya sambil menatap wajahku. “Selamatya, kamu pantas mendapatkan gelar duta dan menggunakan selempang emas itu.” Lalu kuulurkan tanganku dengannya. “Terimakasih kamu sudah mau membantuku ketika aku sakit kemarin.” Senyumnya kepadaku. Tiba-tiba ingatan itu kembali, aku tak bisa menahan rindu, sesampainya saja air mataku jatuh dari kelopak mataku. Aku kembali menghapal bagaimana dia tersenyum dan menyapaku serta mengeluh rasa sakit kepadaku, Satria, pasanganku pada 4 tahun silam saat aku dan dia sama-sama menjadi finalis. Aku melihat ada kebahagiaan di bola matanya setelah aku membalas senyum kepadanya, aku kembali bahagia setelah menunggunya dari tadi sembari menikmati rangkaian acara reuni ini. “Kok bengong?” tanyanya membuyarkan lamunanku. “Ini buku kamu kan? Aku boleh minta tanda tangan?” dia mengalihkan pandanganku setelah mmperlihatkan kepadaku bahwa salah satu novelku berada di tangannya dan di susul dengan 7 novel lagi. Tiba-tiba saja halaman depan tempat aku menunggu supirku sudah ramai di serbu oleh beberapa senior dan finalis yang saat itu seangkatan denganku. “Ternyata kamu gagal di pemilihan duta ini, berlabuh layar menjadi penulis dik? Ternyata buku yang dari semalam kakak baca pada saat karantina buku kamu?” tanya perempuan berselempang emas diatasku 3 tahun itu. Aku diam tidak bisa menjawab karena ini adalah kali pertama identitasku sebagai penulis di ketahui oleh orang lain. “Aku sudah lama mencarimu dan menyukai tulisanmu semenjak kau hilang pada saat menjadi finalis tahun 2018 kemarin. Aku mencarimu Sa.” Ujar lelaki itu sambil menggenggam tanganku, masih sama seperti waktu dia sakit kemarin. Penulis adalah Mahasiswi semester V Fkip Umsu dan Finalis Duta GenRe Puteri Sumatera Utara 2018 terbit Harian Umum Medan Pos 09 September 2018

Comments

Popular posts from this blog

CERPEN AKU BENCI HUJAN SORE ITU

AKU BENCI HUJAN SORE ITU Cerpen Rizki Alde a Hujan tak selamanya pantas dinikmati. Mungkin jutaan orang selalu ceria menikmati tetes demi tetes air dari langit, tapi aku adalah pembenci hujan. Karunia Tuhan itu adalah ketakutan meski ia selalu datang. Sore ini hujan , dan bersama dengan segelas kopi di depan jendela ruang tamu. Kuharap sore ini tidak seperti yang lalu . Aku menelanjangi ruangan yang penuh warna hijau . Aku teringat , hijau adalah warna kesukaanku dan Bima. Arlojiku menunjukkan pukul 07.30 wib, tapi Bima tak juga kunjung menjemput. Aku tak mau berdiri di barisan ‘Para Tukang Terlambat’ hanya gara-gara telat ke sekolah. Kekesalanku belum selesai meski Bima sudah muncul di depan rumah dan membunyikan klakson sepedamotor. Bima memacu sepedamotornya dengan kencang. Hanya dalam waktu sepuluh menit, jarak 3 km ke sekolah mampu ditembus. Ia mengenderai seperti orang gila. Sampai di sekolah aku hanya diam dan langsung mengambil barisan paling depan ka

PUISI 15 OKTOBER 2017

Seperangkat duka Rizki Aldea ( Permadiksi/ Fkip Umsu) Kau seharusnya sesak dalam bak mandi yang menyesak Menepikan basah dipercikan luka Akibat sabun yang menyayat hatimu Seharusnya kau keluar bodoh Untuk memberitahu kepada luka bahwa kau telah habis kumandikan dengan dosa Kita; Kata Rizki Aldea (permadiksi/ fkip umsu) Kita yang hanyut terbawa duka kepedihan Mulai berlabuhlah di semak semak belukar cinta Kita yang tenggelam dalam sesak tangis yang terisak Membawa bencana jauh setelah prosa di kumandangkan Kita adalah cinta yang menyisihkan luka disetiap kata Kita adalah pena jauh kekar dan keras dari yang kita aminkan Lelaki dan Sepatu Rizki Aldea (Permadiksi/FKIP UMSU) Dari balik jendela pudar yang kabur Diantara batuk dan hujan yang tak reda sejak pagi Aku mencintaimu masih seperti sepatu Yang tetap jalan meski selalu kejar kejaran Yang sama sama memudar meski menginjak becek yang mengkekar Yang sama sama berjalan meski berputar-