Skip to main content

Cahaya di Langit Senja



Cahaya di Langit Senja
Oleh: Rizki Aldea

Rembulan yang selalu berdiri di punggung langit-langit, setiap malam menjelma layaknya berbahagia, mengingatkannya pada sebuah kalimat menunggu. Tidak tahu bagaimana posisi pentingnya gadis itu bagi dirinya, yang pasti di setiap malam-malam indah hanya menunggu sebuah kalimat lekas kembali
Banyak yang mencoba untuk datang mendekat tetapi dia tetap berdiri menunggu gadis tersebut di teduhan langit hanya karena sebuah janji yang tidak boleh diingkari. Meski dia tahu janji itu hanyalah sebuah kata untuk penenang hati.
**
Awalnya dari permintaan pertemanan yang membuatku menjadi orang yang sangat bodoh karena aku salah dan tidak seharusnya aku menerima orang yang tidak kukenal. Berawal dari sebuah status yang mempromosikan akun milikku. Dengan memposting kata-kata, anaknya baik cantik bisa main gitar dan juga lagi single. Bagi yang merasa cocok ayo silakan ditambahkan sebagai teman.
“Hai boleh kenalan?”
“Boleh. Ada apa ya?”
“Nama kamu siapa dan tinggal di mana?”
“Lisa di Medan kamu?”
“Nama yang indah seperti orangnya. Aku Rizky di Bandung hehe.”
“Oh iya? Makasihyaa. Eh jauhyaa?”
“Iya kamu juga jauh. Tapi aku kelahiran Medan hehe.”
“Oh iya-iya.”
“Iya. Salam kenal ya lisa, selamat berteman.”
Tidak begitu peduli karna aku tidak tertarik dengan orang yang berkenalan melalui dunia maya kelihatan canggung setelah aku konfirmasi. Semenjak temanku mempromosikan akun ku di tempo hari, sudah sangat jelas kelihatan bukan hanya satu dua orang saja yang memulai mengobrol denganku bahkan hampir setiap aku membuka akun terdapat pesan-pesan dari mereka. Tetapi tidak begitu aku tanggapi hanya beberapa saja yang aku izinkan untuk mengobrol denganku bahkan dengan teman yang satu ini aku sudah hampir dekat.
Nama akunnya Muhammad Rizky Siregar dia lebih muda setahun dariku sangat hobby berolahraga basket. Dan hampir setiap pertandingan dia meminta doa restu kepadaku agar menang dipertandingan tersebut. Melalui videocall kami berkomunikasi jika rindu, bahkan setiap hari saling mengucapkan selamat pagi, selamat malam dan saling memberi perhatian seolah-olah sudah lama menjalin hubungan. Dan dengan kenyataan pahit kami hanyalah teman dekat.
Setelah lama berteman meskipun harus berjarak jauh, jarak bukanlah alasan untuk memutuskan tali persahabatan. Semakin lama semakin mengetahui kepribadian masing masing, aku dan Rizky saling terbuka. Hari-hari menyenangkan itu telah tiba sehingga aku harus merasakan jatuh cinta dengan orang yang sama sekali aku belum pernah berjumpa sebelumnya. Sama halnya dengan Rizky yang terlalu memfrontalkan isi hatinya. Belum kujawab karna aku masih takut untuk menerimanya, kelihatan berbeda jika harus menerimanya tanpa belum berjumpa, tetapi kami saling terikat dengan sebuah komitmen yang harus sama-sama saling kami jaga. Setelah tamat SMA akan melanjutkan kuliah, dan Rizky akan kembali ke Medan, barulah kami membicarakan bahasan hati yang sempat ditunda karena jarak. Bukan karena aku tidak ingin berhubungan jarak jauh. Tetapi aku hanya takuy jika harus menjalankannya tiba di penghujung jalan salah satu dari kami ada yang menghianati janji. Akan menimbulkan masalah menyakiti perasaan sendiri.
            Malam itu aku tidak sempat memberi kabar karna ada urusan yang sangat penting sehingga aku harus meninggalkan ponsel di kamar, sudah kuniatkan sebelumnya untuk membawa tetapi setelah ibu menyuruh untuk cepat aku memutuskan untuk meninggalkannya.
“Maaf sebelumnya aku tidak memberimu kabar, karna aku sedang ada urusan”
“Urusan apa itu, kalau aku boleh mengetahuinya?”
“Tidak masalah serius yang harus kuceritakan”
“Baiklah jika itu maumu. Kamu sudah makan?”
“Sudah, bagaimana dengan kamu?”
“Sudah juga.”
 “Kamu kenapa kok pucat? apa kamu sedang sakit?”   
“Tidak. Aku tidak sedang sakit aku hanya kurang beristirahat.”
“Baiklah kalau begitu kamu harus istirahat oke. Selamat tidur.”

Semenjak video call terakhir itu aku tidak memberi kabar kepada Rizky. Bahkan aku ingin memutuskan pertemanan kami. Tetapi itu kedengaran sangat kekanak-kanakan, tidak seharusnya aku berubah drastis dan aku meninggalkan dia secepat itu. Tetapi mau bagaimana lagi, ini harus kulakukan. Aku tidak mau kalau perasaan ini semakin dalam.
Selepas embun pagi yang menyejukkan. Mentari pagi sudah terbit di ufuk timur. Kulihat jam dinding menunjukkan pukul 07:30 hari rabu aku masih tetap di rumah tidak ada hari bersekolah. Membuatku harus banyak beristirahat, ponsel genggamku pun dipenuhi pesan dari Rizky. Belakangan ini dia memang sering menghubungiku tetapi aku tetap tidak mempedulikannya.
Bahkan lima bulan berlalu, aku masih tetap membiarkannya membalut luka yang kutinggalkan di hatinya. Dia masih tetap menghubungiku, agar aku memberi penjelasan mengapa aku meninggalkannya tanpa alasan.
“Nanti sore aku akan sampai Medan. Semoga dengan pesan ini hatimu terbuka untuk membalas pesanku. Kuharap kabarmu baik-baik saja.”
Spontan darahku terasa berhenti membaca pesan darinya. Tidak tahu apa yang harus kulakukan setelah ini. Lima bulan bukanlah waktu yg sebentar untuk menghilangkan jejakku darinya, ternyata sampai saat ini dia masih menungguku.
“Ada kiriman nih buat kamu sa? semoga kamu cepat sembuhya.” ujar sahabatku Anggi yang datang membawakan bunga mawar putih.
“Terima kasih sudah jenguk, emang dari siapa kirimannya?”
“Orangnya ada di depan tuh, jumpain aja.” ujar Anggi membuatku semakin penasaran.
Aku segera turun kebawah siapa orang yang telah memberikanku mawar itu. Alangkah terkejutnya aku melihat Rizky tlah sampai kerumahku.
“Kamu kenapa tidak pernah cerita tentang penyakit kamu?”
“Karna aku ngerasa bahwa ini bukanlah penyakit yang serius!”
“Tetapi kenapa kamu menghilang dari kehidupan aku Lisa, bukankah kita pernah berjanji akan menjalani semua dengan bersama-sama?”
“Aku tidak ingin membuatmu sedih, maafkan aku Rizky.”
“Dengan cara ini?“
“Maafkan aku, kamu harus pulang.”
“Tapi Lisa tunggu sebentar.”
Perlahan Rizky meninggalkan halaman rumahku, entah keputusan apa yang telah kuambil. Berdiri kutatihkan jiwa dan harapanku setelah sekian lama merindukan wajah dan genggaman Rizky. Jemarinya yang mencoba untuk memohon kepadaku masih membekas di lengan kiriku. Aku hanyut dalam harapan kosong dengan hilangnya bayangan mobil putih semakin menghilang membawa Rizky dan cahaya harapan di atas langit yang semakin lama semakin senja.
**
            Setelah pertemuan pertama dan terakhirnya dengan gadis yang dikenalnya sejak Sembilan bulan yang lalu sampai sekarang dia tidak mendengar kabarnya, bahkan Anggi sahabatnya pun hilang bersama gadis bernama Lisa dan kenangan-kenangannya dahulu yang diukir bersama gadis itu, berbagai cara dilakukannya untung melupakan lisa tetapi tak kunjung berhasil.
Dibukanya akun facebook dan berita di bulan desember kemarin terlintas di benaknya membaca sebuah kiriman yang menandai akun milik Lisa. Entahlah dia tidak mengerti takdir seperti apa ini semua. Mengapa dia harus berkenalan dengan gadis itu dan jika akhirnya dia harus kehilangannya. Takdir merebut cinta Rizky bahkan sampai sekarang dia masih menunggu Lisa kembali memanggilnya dengan sebuah videocall seperti dahulu. Mata tajamnya membaca sebuah status yang memposting
 “Selamat jalan sahabat terbaikku, semoga tenang dialam  sana Alisa Rizkyna.“
(Penulis adalah mahasiswi semester III Pend Bahasa dan Sastra Indonesia UMSU, Anggota PERMADIKSI UMSU dan penggiat di KESPERA MEDAN)

instagram @rzkaldea dan whattsup: 083197270550

Comments

Popular posts from this blog

CERPEN AKU BENCI HUJAN SORE ITU

AKU BENCI HUJAN SORE ITU Cerpen Rizki Alde a Hujan tak selamanya pantas dinikmati. Mungkin jutaan orang selalu ceria menikmati tetes demi tetes air dari langit, tapi aku adalah pembenci hujan. Karunia Tuhan itu adalah ketakutan meski ia selalu datang. Sore ini hujan , dan bersama dengan segelas kopi di depan jendela ruang tamu. Kuharap sore ini tidak seperti yang lalu . Aku menelanjangi ruangan yang penuh warna hijau . Aku teringat , hijau adalah warna kesukaanku dan Bima. Arlojiku menunjukkan pukul 07.30 wib, tapi Bima tak juga kunjung menjemput. Aku tak mau berdiri di barisan ‘Para Tukang Terlambat’ hanya gara-gara telat ke sekolah. Kekesalanku belum selesai meski Bima sudah muncul di depan rumah dan membunyikan klakson sepedamotor. Bima memacu sepedamotornya dengan kencang. Hanya dalam waktu sepuluh menit, jarak 3 km ke sekolah mampu ditembus. Ia mengenderai seperti orang gila. Sampai di sekolah aku hanya diam dan langsung mengambil barisan paling depan ka

Cerpen Perempuan dan Lelaki Selempang Emas

Cerpen: Rizki Aldea Arloji mengingatkan bahwa 5 menit lagi waktu yang tersisa untukku agar lekas sampai di tempat karantina. Aku sudah menyiapkannya dari setahun yang lalu saat aku benar-benar ingin mengulang kesalahan silam yang pernah kubuat ketika di sana. Masih saja aku penasaran apa yang menjadi acuan untuk gelar itu. Aku sampai tepat waktu setelah melewati macat yang panjang, satu jam lebih berada dalam mobil yang kutumpangi. Tidak sia-sia membayar mahal akhirnya tidak telat. Ujarku dalam hati. “Ayo dek lekas, kamu telat ya?” Katanya padaku, salah satu senior yang paling di segani. “Udah jangan jadi masalah cepat regestrasi dan ambil nomor kamu di sana.” Setibanya laki-laki yang baik hati membelaku dengan belas kasihan. Aku duduk dalam urutan paling depan, masih sama seperti setahun silam tepatnya bangku dan nomor yang sama menjadi saksi bahwa sampai saat ini aku masih mencintainya. Bukan siapa-siapa hanya orang yang tidak kukenal mengendap sampai sekarang di dalam kepalaku. **

PUISI 15 OKTOBER 2017

Seperangkat duka Rizki Aldea ( Permadiksi/ Fkip Umsu) Kau seharusnya sesak dalam bak mandi yang menyesak Menepikan basah dipercikan luka Akibat sabun yang menyayat hatimu Seharusnya kau keluar bodoh Untuk memberitahu kepada luka bahwa kau telah habis kumandikan dengan dosa Kita; Kata Rizki Aldea (permadiksi/ fkip umsu) Kita yang hanyut terbawa duka kepedihan Mulai berlabuhlah di semak semak belukar cinta Kita yang tenggelam dalam sesak tangis yang terisak Membawa bencana jauh setelah prosa di kumandangkan Kita adalah cinta yang menyisihkan luka disetiap kata Kita adalah pena jauh kekar dan keras dari yang kita aminkan Lelaki dan Sepatu Rizki Aldea (Permadiksi/FKIP UMSU) Dari balik jendela pudar yang kabur Diantara batuk dan hujan yang tak reda sejak pagi Aku mencintaimu masih seperti sepatu Yang tetap jalan meski selalu kejar kejaran Yang sama sama memudar meski menginjak becek yang mengkekar Yang sama sama berjalan meski berputar-