Skip to main content

Bacalah coba deh renungkan

#SADSTORY ��

��: aku mau ngmong
��: ya? Kenapa sayang?
��: aku mau putus
��: *senyum paksa* kenapa? *selipin rambut ke belakang telinga ceweknya*
��: aku.. aku suka sama orang lain. Maaf
��: hm.. gitu ya. Oke aku ngerti. Kamu baik-baik ya
��: *ngangguk pelan*
��: yauda aku anter pulang yuk?

-dalam mobil, cewek liat foto dia dan mantannya digantung di depan. Mereka lagi foto pelukan, terlihat jelas kalau mereka bahagia-
��: Kok ada foto ini?
��: Iya, aku yang pasang. Aku suka foto ini
��: Baru digantung ya? Kemarin gak ada
��: Iya hehe aku dapet kerjaan baru. Jabatannya lumayan. Tapi jauh kantornya. Aku gantung foto ini, supaya bisa liat fotonya kalau aku capek nyetir
��: capek kok liat foto?
��: rasa capeknya ilang kalau liat foto ini, ada orang yang aku sayang nungguin aku. Minta ditelepon sama aku. Aku yakin dia pasti khawatir kalau aku gak konsen nyetir gara-gara capek
��: hm.. gitu yaa..

Hening..... beberapa saat kemudian samlai di rumah cewek
��: makasi ya udah anterin.. jadi repotin
��: gak kok hehe oh iya, soal foto tadi, gak usah dipikirin ya. Nanti aku lepas kok.
��: iya, aku masuk duluan ya. Bye

Sang cewek pun masuk ke dalam rumah. Dadanya terasa nyeri. Iapun mengambil 2 butir obat untuk ia minum. Cewek ini mempunyai masalah dengan jantungnya. Ia putus karena tidak mau pacarnya khawatir. Ia takut tidak dapat menemani pacarnya. Ia tidak mau membuat pacarnya merasakan kesepian yang mendalam, maka ia putuskan hubungan mereka. Dalam hatinya, ia merasa sedih. Sangat sedih.

Dalam perjalanan sang cowok, ia terus berpikir. Mengapa pacarnya memutuskan hubungan mereka. Tanpa pacarnya sadari, ia tahu kalau pacarnya mempunyai gangguan pada jantungnya. Namun, iya berlagak tidak tahu, ia tahu pacarnya tidak mau ia khawatir. Jalanan sudah sepi, tidak semua lampu jalanan nyala, sang cowok menjalankan mobilnya dengan pelan, ia menggapai foto yang ia gantungkan. Perlahan ia lepaskan, ada rasa sakit hati yang mendalam saat ia melihat foto tersebut. Tiba-tiba terlihat pancaran cahaya yang sangat terang. Celaka, lampu mobil dan mobil itu datang ke arahnya. Ia tidaj dapat menghindar, semua terjadi begitu saja, ia terjepit di antara kursinya dan setir mobil. Darah bercucuran tak henti. Orang-orang mulai berdatangan. Ambulans pun dipanggil. Banyak orang yang membantu. Kesadarannya belum hilang sepenuhnya. Ia memanggil dengan samar nama pacarnya, tangannya menggenggam erat foto mereka. Orang-orang prihatin melihat kejadian tersebut tak dapat menahan air matanya.

-sampai di RS-
hari ini sang cewek melakukan check up untuk jantungnya. Sembari berharap ada pendonkr jantung untuknya. Ia duduk memainkan HPnya. Tertampang fotonya dengan mantannya sebagai homescreen. Ia merasakan sakit hati lagi. Ia menyesal. Setelah melakukan medical check up, ia pulang.

Sang cowok berhasil melakukan operasi. Namun, ia mengalami kelumpuhan di banyak bagian tubuhnya. Ia meminta agar dokter mau bekerjasama dengannya. Dengan berat hati, sang dokter setuju. Sang cowok mengambil perekam dan mulai merekam. Apa yang akan direkamnya?

-keesokkan harinya-
��: *telepon* selamat pagi, dengan mbak Emma?
��: ya, saya sendiri. Bisa saya bantu?
��: saya suster dari RS XXX mau mengabarkan bahwa pendonor jantung untuk mbak sudah ada. Nanti malam mbak bisa datang untuk operasi?
��: bisa! Saya pasti datang! Terima kasih banyak

Emma sangat senang mendapat kabar sudah ada pendonor, ia berharap jika ia sudah sembuh nanti, ia akan menceritakan semuanya pada Xander dengan harapan dapat memperbaiki hubungan mereka. Malam itu, Emma menjalankan operasinya. Setelah 1 minggu berlalu, tubuh Emma menerima jantung barunya dengan baik. Ia pun menanyakan pendonor jantung tersebut. Ia mau mengucapkan terimakasih.

��: Suster, saya mau tau nama pendonor jantung ini
��: *ragu* sebentar.. saya ambilkan sesuatu

Sang suster mengambilkan perekam yang digunakan Xander

��: ini ada pesan dari sang pendonor

Emma pun memainkan video yang sudah ada

��: Hai cantik, sudah sehat?

Betapa kagetnya Emma ketika ia melihat muka Xander yang pucat. Tuhan, jangan katakan Xander yang mendonorkan jantungnya, pikirnya dalam hati.

��: aku rasa kamu tidak akan setuju dengan keputusanku ini. Percayalah, aku melakukan ini karena aku mencintaimu. Bahkan setelah hubungan kita berakhir. Aku mengalami kecelakaan di malam aku mengantarmu pulang. Maaf aku tidak berhati-hati. Kamu mau memaafkanku kan? aku tau kamu mempunyai kelainan jantung dan aku tau kamu tidak mau aku khawatir. Sayang, kamu lebih berharga dari apapun, tentu saja aku akan khawatir. Aku selalu berharap aku bisa menjadi rumahmu. Tempat untuk kamu pulang, tempat yang dapat kau jadikan sandaran. Tapi sepertinya situasinya berbalik. Emma, maukah kamu menjadi rumah bagi jantungku? *tertawa hambar* aku merindukanmu. Aku tidak akan kuat melihat mukamu saat ini, akan sangat menyakitkan hati. Hiduplah dengan tenang, Emma. Aku akan selalu ada bersamamu. Aku mencintaimu

Lalu video itu mati. Emma tidak dapat menahan air matanya. Ia merindukan Xander. Ia mau melakukan apa saja demi Xander. Emma mulai histeris. Sang suster melihat dan berusaha menenangkan Emma

��: Emma.. ada sesuatu yang perlu kau ketahui, di saat kecelakaan terjadi, ia terus menggenggam foto kalian bahkan sampai saat ia akan dioperasi. Ia terus memanggil namamu walau kadang tidak jelas. Ia sangat mencintaimu. Kau harus belajar untuk merelakannya agar ia bisa hidup dengan tenang.

Emma mencoba tersenyum walaupun pertahanannya runtuh. Dengan suara pelan ia menggumam, "Thankyou Xander, I love you more"

=========================
Kita tidak pernah tahu kapan orang yang kita sayangi dipanggil oleh Tuhan. Hargailah setiap waktu yang ada.

Comments

Popular posts from this blog

Cerpen Juli dan Lelaki di Tepi Paropo

Oleh: Rizki Aldea Langit pukul lima sore masih saja merekah orange memeluk tangis yang kutumpahkan dari balik kelopak mataku akibat tidak mendapat izin dari orangtua. Masih saja Ayah Ibu menganggapku putri kecilnya seperti 14 tahun silam. Aku kembali menyekat sisa-sisa air mata yang basah di pipi sambil mengambil ponsel yang dari tadi bergetar di atas meja belajarku. “Hallo Gur, ada apa?” tanyaku menggangkat panggilan masuk dari salah satu teman SMA ku. “Kau jadi ikut? Kalau jadi sama bang Rehan.” Katanya memburu-buru. “Maaf Gur aku gak bisa.” Kataku dan perlahan air mataku jatuh. “Lah iyanya? Yauda tungguya.” Tibatiba panggilannya terputus. *** Kulirik arlojiku waktu masih menunjukkan pukul setengah Dua Belas. Hujan dan kabut tebal masih menjadi penghalang kami untuk sampai tepat waktu di festival 1000 tenda Paropo, Tao Toba Silalahi. “Untung aku yang ngizinin kau kan mengkanya mamak kau bolehin kau pigi, mengkanya kau berterimakasih samaku.” Kata guruh sahabatku sambil mengacak r...

Ramadhan dan Lelaki Pilihan Ibu

Cerpen: Rizki Aldea Kumandang lafaz Allah sudah terdengar merdu di telinga, hari-hari penuh ibadah ini sangat dinanti-nanti oleh semua orang yang sangat merindukannya. Alhamdullillah masih berjumpa dengan bulan ini. Masih diberi umur panjang oleh-Nya. Berkat doa-doa tahun lalu agar tetap diberi kesehatan dan kesempatan untuk berjumpa lagi. “Mari Sa, sudah mau adzan isya.” Ibu memanggilku dari depan rumah. “Iyabu sebentar masih cari mukenah baru.” Jawabku dari dalam kamar. “Yaampun kamu ini masih saja seperti anak baru besar yang apa-apa harus baru. Pake yang lama saja sudah. Nanti kita tidak dapat tempat di dalam.” Pinta Ibuku yang membuka kain penutup pintu kamarku. Kami bergegas untuk menuju mesjid yang lumayan jauh dari rumahku jika ditempuh berjalan kaki. Sepanjang jalan Ibu mengomel karena aku lama sehingga sudah adzan kamipun belum sampai mesjid untuk mengisi shaf pertama. “Kamu sih lama, lihatkan itu mesjid sudah penuh.” Ujar Ibuku melihat teras mesjid sudah dipenuhi jamaah sho...

Cerpen Perempuan dan Lelaki Selempang Emas

Cerpen: Rizki Aldea Arloji mengingatkan bahwa 5 menit lagi waktu yang tersisa untukku agar lekas sampai di tempat karantina. Aku sudah menyiapkannya dari setahun yang lalu saat aku benar-benar ingin mengulang kesalahan silam yang pernah kubuat ketika di sana. Masih saja aku penasaran apa yang menjadi acuan untuk gelar itu. Aku sampai tepat waktu setelah melewati macat yang panjang, satu jam lebih berada dalam mobil yang kutumpangi. Tidak sia-sia membayar mahal akhirnya tidak telat. Ujarku dalam hati. “Ayo dek lekas, kamu telat ya?” Katanya padaku, salah satu senior yang paling di segani. “Udah jangan jadi masalah cepat regestrasi dan ambil nomor kamu di sana.” Setibanya laki-laki yang baik hati membelaku dengan belas kasihan. Aku duduk dalam urutan paling depan, masih sama seperti setahun silam tepatnya bangku dan nomor yang sama menjadi saksi bahwa sampai saat ini aku masih mencintainya. Bukan siapa-siapa hanya orang yang tidak kukenal mengendap sampai sekarang di dalam kepalaku. **...